2007年10月30日 星期二

Gaji Besar Bikin Bahagia?

Untuk gaji yang besar, tak jarang orang pindah-pindah pekerjaan. Tapi, apakah gaji besar bisa benar-benar membuat kita senang? Sebuah penelitian yang digarap belum lama ini menjawab pertanyaan tersebut.

Uang, uang, dan uang, sepertinya "benda keramat" satu itu kerap memenuhi benak para pekerja. Kebanyakan orang beranggapan semuanya memungkinkan jika ada uang. Apalagi, semakin lama masyarakat memang semakin konsumtif.

Centre on Economic Performance yang berbasis di London mengadakan penelitian yang mempelajari hubungan antara kebahagiaan dan kekayaan. Penelitian ini bermaksud menjawab pertanyaan apakah orang yang lebih kaya akan lebih bahagia.

Ternyata jawabannya tidak! Jika kita hidup dalam kemiskinan, tambahan uang memang akan membuat kita bahagia. Tapi jika kita hidup berkecukupan dengan pekerjaan yang menunjang, kenaikan gaji sebanyak 20 persen tak akan membuat kita 20 persen lebih bahagia. Demikian kira-kira yang disimpulkan Richard Layard, pemimpin The Centre on Economic Performance. Menurut Layard, walaupun Amerika telah mengalami kemajuan besar-besaran dalam hal ekonomi sejak tahun 1950, namun masyarakatnya tidak bertambah bahagia ketimbang tahun 1950. Teori ini terbukti sama di beberapa negara makmur dan berkembang seperti Jepang dan Inggris.

Keadaan finansial yang lebih tebal justru membuat kita lebih lelah. Kenaikan gaji, pastinya juga ditambah dengan kenaikan tanggung jawab.

Jangan buru-buru ngiri dengan dokter bedah atau pialang saham yang berdompet tebal. Sebab, keputusan dan tindakan yang mereka lakukan juga mengandung risiko dan tanggung jawab yang sangat besar.

Semakin tinggi posisi kita di struktur perusahaan, pasti waktu dan tingkat stres juga ikut meningkat. Jadi, uang yang bertambah bukan berarti ikut meningkatkan kebahagiaan.

Kadang masalahnya bukan bagaimana kita mendefinisikan uang, tapi bagaimana kita memandang sebuah konsep "sejahtera". Pastinya sejahtera punya arti yang berbeda-beda setiap orang. Sejahtera pun tak selalu identik dengan uang.

Misalnya saja Anda dengan bangga memamerkan kenaikan gaji pada teman-teman Anda yang posisinya sama. Ketika itu Anda merasa paling sejahtera di antara mereka.

Namun ketika Anda pindah lingkungan dan bergaul dengan bos-bos, "kesejahteraan" Anda tadi itu langsung tak ada artinya. Jadi, jika kebahagiaan Anda bergantung pada banyaknya angka nol pada slip gaji, pastinya kebahagiaan itu akan sulit dicapai. Demikian MSCcarreer, Jumat (26/10).

Ketika ditanya apa yang paling penting dalam hidup, banyak orang menjawab keluarga atau kekasih. Tapi jika menengok jadwal kerja orang "berduit" pasti waktu untuk kedua hal penting tadi semakin menipis. Waktu mereka akan habis untuk bekerja, menyelesaikan pekerjaan dan bersiap untuk bekerja.

Nah, yang tidak disadari, kurangnya waktu bersama keluarga dan orang tersayang itu akan membuat mereka mudah stres dan sulit untuk merasa bahagia. Hal itu karena kasih sayang, kehangatan, dan perhatian yang biasanya didapatkan dari orang terkasih menjadi berkurang. Bukan karena keluarganya, tapi karena mereka sebagai orang "berduit" terlalu sibuk dan pusing memikirkan pekerjaan. Pulang kerja mereka biasanya lelah dan langsung tertidur. Waktu bicara untuk mendengar kabar baru dari keluarga pun lenyap.

Lalu bagaimana caranya agar tetap bahagia? Paksa cari waktu luang. Gunakan waktu tersebut untuk melakukan hal-hal yang membuat kita bahagia. Mulai kembali menekuni hobi yang tertinggal, bercengkerama bersama keluarga di rumah, memulai bisnis sendiri, atau hal apapun yang membuat kita merasa bahagia tanpa menimbulkan banyak tanggung jawab baru.

Lama kelamaan kita akan menemukan bahwa menjadi lebih kaya tidak mutlak akan membuat kita senang. Benar-benar merasakan dan memperoleh kesenanganlah yang justru membuat hidup kita lebih kaya!

Cbn | Global Oleh Redaksi Web - Saturday 27 October 2007 - 11:59:30

沒有留言: